KEADAAN PALESTINA DALAM PUISI AL-QUDS KARYA NIZAR QABBANI DAN DARAH PALSETINA KARYA AKHMAD TAUFIQ
KEADAAN PALESTINA DALAM PUISI AL-QUDS KARYA
NIZAR QABBANI DAN DARAH PALSETINA KARYA AKHMAD TAUFIQ
(Revisi)
Oleh : Abdul Aziz / 1211502001
(Revisi)
Oleh : Abdul Aziz / 1211502001
A. Pendahuluan
Palestina merupakan Negara yang menjadi sorotan utama di
Negara-negara Timur Tengah, karena konfliknya yang begitu
kepanjangan atas Israel. Terdapat banyak karya sastra yang lahir dari keadaan
Palestina ini, baik itu puisi, drama, maupun novel. Ada banyak karya sastra
khususnya puisi yang merujuk atau menjelaskan keadaan Palestina, salah satunya
ialah
puisi Al-Quds Al-Atiqah dan Darah Palestina. Kedua puisi ini mengetengahkan
keadaan Palestina yang mengalami kepedihan akibat peperangan yang berlanjut.
Keunikan dalam puisi ini ialah
penggambaran kondisi Palestina dituangkan dengan berbagai simbol, simbol yang
mewakili kepedihan dan kehancuran Negara Palestina. Walaupun kedua-duanya sama
menggambarkan keadaan Palestina yang dituangkan dengan berbagai simbol yang
digunakan oleh kedua penyair, namun didalamnya memiliki perbedaan-perbedaan.
Untuk mengetahui makna simbolik yang tertuang dalam kedua puisi tersebut,
penulis menganalisisnya dengan menggunakan semiotika Riffaterre. Dengan harapan
perbedaan dan persamaan penggambaran Palestina dalam kedua puisi tersebut
terungkap.
B. Semiotika Riffatere
Beragam
teori sastra telah dilahirkan oleh beragam pakar yang berkecimpung dalam bidang
ini. Ada teori sastra yang memfokuskan kajiannya terhadap penulis yang
menghasilkan sastra tersebut dan ada pula yang menikberatkan pada karya sastra
yang dihasilkannya serta tidak ketinggalan perhatian kepada lingkungan atau
situasi yang menjadi tempat lahirnya karya sastra tersebut. Berangkat dari
relaitas inilah kemudian Abrams muncul dengan memaparkan beberapa pendekatan
kritis untuk menanggapi hal ini, dimana menurutnya terdapat empat pendekatan
dalam karya sastra, yaitu: ekspresif atau ekspresi pengarang, pragmatik atau
mencapai efek-efek tertentu, objektif atau kebebasan dari lingkungan dan
mimetik atau tiruan atau cerminan (Pradopo, 1997: 26-27; Pradopo, 1995: 140,
Teeuw, 1984: 50).
Dari
beberapa pendekatan kritis ini kemudian lahir sekian ragam teori sastra yang
dikemukakan oleh para ahli. Dan di antara beragam teori tersebut, terdapat
sebuah teori yang dibangun berdasarkan suatu asumsi bahwa sebuah karya sastra
itu sendiri dari tanda-tanda atau simbol yang dapat diinterpretasikan atau
ditafsirkan. Teori yang dimaksudkan adalah apa yang kemudian dikenal sebagai
teori semiotik.
Semiotik
adalah suatu metode analisis untuk mengkaji suatu tanda (Nurgiantoro, 2000:
40). Di samping itu, teori ini seringkali juga disebut sebagai suatu ilmu yang
mempelajari objek-objek, peristiwa-peristiwa dan seluruh gejala kebudayaan yang
ada sebagai tanda (Eco, 1978: 6-7). Atau, sebagian lain menyebutnya sebagai suatu
disiplin yang menyelidiki suatu bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana
signs (tanda-tanda) dan berdasarkan pada sign system (code) atau sistem tanda
(Segers, 2000: 4). Suatu tanda mempunyai dua aspek, yaitu: penanda (signifer)
dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu
yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh
petanda itu yaitu artinya (Pradopo, 2001: 71).
Untuk
keperluan penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori semiotik seperti yang
dikemukakan oleh Michael Riffatere dalam buku Semiotics of Poetry, dimana
bersama dengan Roland Barthes, Riffatere mengkaji semiotik melalui pendekatatan
model post-strukturalisme. Mereka mendasarkan pendapatnya pada suatu asumsi
bahwa jika makna hanya ditelaah hanya melalui strukturnya yang dilambangkan
dalam kata, maka tidak akan selamanya mampu menampung hakekat makna. Hal ini
terjadi karena dalam konteks bahasa sastra yang kompleks, tidak jarang esensi
makna justru terdapat di luar makna tersebut, atau makna tidak selalu hadir
sesuai dengan penanda strukturnya (Fannanie, 2001: 144-145).
Sebagai
implementasi dari pemikiran dan pernyataan tersebut, kemudian Riffatere menulis
sebuah buku berjudul Semiotics of Poetry yang memaparkan empat hal penting yang
harus dipenuhi dalam pengungkapan sebuah karya sastra. Keempat hal penting
tersebut adalah sebagai berikut (Eco, 1978: 6-10; Pradopo, 2001: 75-85;
Pradopo, 1990: 30-246; Endraswara, 2006: 63-67) :
1. Puisi adalah ekspresi tidak langsung.
Hal ini berarti bahwa ekspresi tersebut memiliki arti lain ketika diungkapkan.
Adapun sebab-sebabnya adalah : a) penggantian arti; b) penyimpangan arti; c)
penciptaan arti.
2. Pembacaan heruistik dan hermeneutik.
Pada tahap pertama puisi dibaca dengan pembacaan heruistik, yaitu pembacaan
yang bertumpu pada tata bahasa, baik dari aspek gramatikal, bunyi ataupun
artinya. Metode ini dinamakan Semiotik Tingkat Pertama atau first order
semiotics. Akan tetapi, penerapan langkah pertama ini ternyata tidak sampai
pada arti yang sebenranya yang dikehendaki oleh penyair. Untuk itu, dibutuhkan
metode yang kedua, yaitu pembacaan hermeneutik untuk mendapatkan arti yang
sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh penyair. Metode ini dinamakan
dengan Semiotik Tingkat Kedua atau second order semiotics.
3. Untuk memperjelas (dan mendapatkan)
makna puisi (karya sastra) secara lebih mendalam, maka selanjutnya dicari tema
dan masalah yang terkandung dalam puisi tersebut. Adapun caranya adalah dengan
mencari matriks, model, dan varian-varian-nya terlebih dahulu. Suatu ‘matriks’
harus diabstraksikan dari sebuah karya sastra yang dibahas dan tidak
dieksplisitkan di dalamnya. Bukan berupa kiasan, tetapi merupakan kata kunci
(keyword) yang dapat berupa satu kata, kalimat dan lain sebagainya. Suatu
‘matriks’ belum merupakan tema, tetapi mengarah kepada tema yang dicari.
Matriks juga merupakan hipogram intern yang ditransformasikan ke dalam model
yang berupa kiasan yang selanjutnya menjadi ‘varian-varian’. Varian ini
merupakan transformasi model pada setiap satuan tanda: baris atau bait, bahkan
juga bagian-bagian fiksi, seperti: alinea dan bab yang merupakan wacana yang
selanjutnya menjadi ‘masalahnya’. Dari ‘matriks’, ‘model’ dan ‘varian-varian’ ini
baru dapat ‘disimpulkan’ atau ‘diabstarksikan’ tema sebuah karya sastra.
4. Seringkali terjadi sebuah karya sastra
merupakan transformasi dari teks (lain) sebelumnya yang menjadi ‘hipogram’-nya,
yaitu teks yang menjadi latar belakang terciptanya karya sastra tersebut.
Hipogram di sini tidak hanya terbatas pada teks yang berupa tulisan, bahasa dan
cerita lisan saja, akan tetapi –sebagaimana menurut Teeuw dan Julia Cristiva
bahwa dunia dan alam ini pada hakekatnya adalah teks (Teeuw, 1983: 65)- dapat
juga berupa adat istiadat, masyarakat dan aturan-aturan.
Tiga
dari keempat tahapan dalam semiotika Riffatere akan digunakan oleh penulis
dalam menganalisis kedua puisi ini.
1.
Puisi “al-Quds” Karya
Nizar Qabbani
القدس
بكيت.. حتى انتهت الدموع
1
صليت.. حتى ذابت الشموع
2
ركعت.. حتى ملّني الركوع
3
سألت عن محمد، فيكِ وعن يسوع
4
يا قُدسُ، يا مدينة تفوح أنبياء
5
يا أقصر الدروبِ بين الأرضِ والسماء
6
يا قدسُ، يا منارةَ الشرائع
7
يا طفلةً جميلةً محروقةَ الأصابع
8
حزينةٌ عيناكِ، يا مدينةَ البتول
9
يا واحةً ظليلةً مرَّ بها الرسول
10
حزينةٌ حجارةُ الشوارع
11
12
حزينةٌ
مآذنُ الجوامع
يا قُدس، يا جميلةً تلتفُّ بالسواد
13
من يقرعُ الأجراسَ في كنيسةِ القيامة؟
14
صبيحةَ الآحاد.. 15
16 من يحملُ الألعابَ للأولاد؟
في ليلةِ الميلاد17
.
يا قدسُ، يا مدينةَ الأحزان
18
يا دمعةً كبيرةً تجولُ في الأجفان
19
من يوقفُ العدوان؟
20
عليكِ، يا لؤلؤةَ الأديان
21
22من يغسل الدماءَ عن حجارةِ الجدران؟
من ينقذُ الإنجيل؟23
24من ينقذُ القرآن؟
25من ينقذُ المسيحَ ممن قتلوا المسيح؟
من ينقذُ الإنسان؟26
يا قدسُ.. يا مدينتي27
يا قدسُ.. يا حبيبتي28
29 غداً.. غداً.. سيزهر الليمون
وتفرحُ السنابلُ الخضراءُ والزيتون
30
وتضحكُ العيون..31
وترجعُ الحمائمُ المهاجرة..32
إلى السقوفِ الطاهره
33
ويرجعُ الأطفالُ يلعبون
34
ويلتقي الآباءُ والبنون
35
على رباك الزاهرة..
36
يا بلدي.. 37
38 يا بلد السلام والزيتون
2.
Terjemah Puisi
Aku menangis, hingga air mataku mengering
aku berdoa, hingga lilin-lilin padam
aku bersujud, hingga lantai retak
aku bertanya,tentang Muhammad dan Yesus
Yerusalem, O kota nabi-nabi
jalan pintas, antara surga dan bumi!
Yerusalem, kota seribu menara
seorang gadis cilik yang cantik
dengan jari-jari terbakar
Kota sang perawan,
matamu terlihat murung.
Oh bayangan yang dilewati sang Nabi,
bebatuan jalananmu bersedih
menara-menara masjid pun murung.
Kota yang dilaburi warna hitam,
siapa yang akan membunyikan
lonceng-lonceng makam suci
pada hari Minggu pagi?
siapa yang akan memberi mainan
bagi anak-anak
pada perayaan natal ?
Kota penuh duka,
O, air mata yang sangat besar
bergetar di kelopak matamu,
siapa yang akan berdiri pada peperangan?
Kepadamu mutiara kedua agama
Siapa yang akan mencuci darah pada batu kerikil?
siapa yang akan menyelamatkan Injil?
siapa yang akan menyelamatkan Quran?
siapa yang akan menyelamatkan Kristus?,
siapa yang akan menyelamatkan manusia?
Yerusalem, kotaku tercinta
esok pepohonan lemonmu akan berbunga
batang dan cabangmu yang hijau
tumbuh dengan gembira
dan matamu berseri-seri.
merpati-merpati yang bermigrasi
akan kembali ke atap-atapmu yang suci
dan anak-anak akan kembali bermain
orang tua dan anak-anak akan bertemu
di jalananmu yang berkilauan
kotaku, kota zaitun dan kedamaian.
3.
Puisi “Darah di Palestina” Karya Akhmad Taufiq
DARAH DI PALESTINA
Karya : Akhmad Taufiq
KULIHAT
DARAH SEPANJANG SEJARAH
DI
TANAH PALESTINA
ENTAH
ATAS NAMA APA
ATAS
NAMA TUHANKAH?
AH,
TIDAK,
TUHAN
TAK PERNAH SERU TUMPAHKAN DARAH…
ENTAH
ATAS NAMA APA
ATAS
NAMA KEANGKUHANKAH
YA,
ATAS NAMA KEANGKUHAN
JIWA-JIWA
MANUSIA KERDIL DAN LELAH
KULIHAT
DARAH DI HAMPARAN SAJADAH
ANAK
ANAK PALESTINA, …
YANG
TERKULAI DALAM DEKAP
ISTIRAH
BUMI YANG MEMERAH
GAZA
DAN RAFAH MENJADI LAHAN AMARAH
GAZA
DAN RAFAH MENJADI SAKSI
IBU
DAN ANAK ANAK PALESTINA
MEMUNTAH
DARAH
TUHAN,
ANAK-ANAK
KECIL YANG MESTINYA BERGELUT SENDA
KINI
SIBUK BERBARING DAN MENYEKA DARAH
TUHAN,
ANAK-ANAK
YANG MESTINYA BERNYANYI DAN BERISTIRAH
KINI
SIBUK BERLARI DI LORONG-LORONG RAFAH
TUHAN,
RIBUAN
ANAK-ANAK PALESTINA MENGGIGIL DINGIN
MENAGISI
KEHIDUPAN
RIBUAN
TENTARA ISRAEL BERSORAK SORAI
MERAYAKAN
KEMATIAN
TUHAN,
ATAS
NAMA APAKAH GERANGAN?
INILAH
”KATANYA” TANAH YANG DIJANJIKAN
TANAH
PARA NABI MENGISTIRAHKAN DIRI
PADA
YANG ILAHI
BUKAN
TANAH ORANG YANG MENG-KLAIM DIRI
ANAK
PARA NABI YANG SUKA MENYANJUNG DIRI
ITULAH
TANAH,
TEMPAT
ANAK-ANAK PALESTINA BERNYANYI DALAM
TARIAN
ILAHI
ITULAH
TANAH,
TEMPAT
ANAK-ANAK PALESTINA BERSIMPUH DAN MENYATUKAN DIRI
TUHAN,
SELAMATKAN
MEREKA INI!!!
C. Keadaan Palestina
dalam Puisi Al-Quds Karya Nizar Qabbani dan Darah Palestina Karya Akhmad Taufiq
c.1
Pembacaan Heuristik
c.1.a
Pembacaan Heuristik Puisi Al-Quds Karya
Nizar Qabbani
Aku menangis (melihat keadaan kota Yerussalem)
(tanpa henti) hingga air mataku mengering. aku berdoa (pada Tuhan) hingga lilin-lilin
padam (habis terbakar api) aku bersujud (tanpa kenal waktu) hingga lantai
retak. aku bertanya (pada Allah) tentang (keadaan) Muhammad dan Yesus (Islam
dan Kristen)?
Yerusalem, O kota nabi-nabi (yang bercahaya) jalan
pintas (terpendek) antara surga (Allah dan surga Yesus) dan bumi! Yerusalem,
kota seribu menara (kubah-kubah agama) seorang gadis cilik yang cantik dengan
jari-jari terbakar (oleh api kebencian)
Kota sang perawan, mata (rakyat) mu terlihat murung.
Oh bayangan (oasis) yang dilewati sang Nabi, bebatuan jalananmu (ikut)
bersedih, menara-menara masjid pun murung.
Kota yang (keindahannya) dilaburi warna hitam
(kelam), siapa yang akan (peduli untuk) membunyikan lonceng-lonceng makam suci
pada hari Minggu pagi? siapa yang
(peduli untuk) memberi mainan bagi anak-anak pada perayaan natal ?
Kota penuh duka, O, air mata yang sangat besar
bergetar di kelopak mata (mu), siapa yang akan (manjadi pahlawan untuk) berdiri
(gagah) pada peperangan? Kepadamu (wahai kota tempat lahirnya) mutiara kedua
agama (islam dan kristen). Siapa yang
(berani) mencuci darah pada batu kerikil? siapa yang (nantinya) akan (peduli) menyelamatkan Injil? siapa yang
(nantinya) akan (peduli) menyelamatkan
Quran?
siapa yang (berani) akan menyelamatkan Kristus (dari
para pembunuh)?, siapa yang akan menyelamatkan manusia? Yerusalem, kotaku
tercinta
(aku harap) esok (kotamu) pepohonan lemon yang
berbunga (nan segar) batang dan cabangmu yang hijau (kembali) tumbuh
dengan gembira dan mata (rakyat) mu berseri-seri. merpati-merpati yang
bermigrasi (ke negara tetangga) akan kembali ke atap-atapmu yang suci dan
anak-anak akan kembali bermain (dengan bebas) orang tua dan anak-anak akan
bertemu (setelah sekian lama berpisah) di jalananmu yang berkilauan(kedamaian).
(semoga) kotaku, (kembali menjadi) kota
(yang kaya akan buah) zaitun dan (penuh dengan) kedamaian.
c.1.b
Pembacaan Heuristik Puisi Darah
Palestina Karya Akhmad Taufiq
Kulihat
darah (kematian) sepanjang (jalanan
Palestina yang menjadi) sejarah, (yang tercecer) Di tanah palestina. (Kematian
itu) Entah atas nama apa. Atas nama tuhankah (mereka membunuh orang-orang
palestina)?
Ah,
(itu) tidak(lah sebuah alasan) (karena) Tuhan tak pernah seru tumpahkan darah
(untuk saling membunuh)… Entah atas nama apa (Mereka membunuh) Atas nama
keangkuhankah Ya, (mereka membunuh) atas nama keangkuhan (orang-orang yahudi),
(yaitu) Jiwa-jiwa manusia kerdil dan lelah.
Kulihat
darah (tercecer) di hamparan sajadah, (mayat) Anak anak palestina, … Yang
terkulai (terbujur kaku) dalam dekap Istirah bumi yang memerah (oleh darah tak
berdosa)
(kini
Kota) Gaza dan Rafah menjadi lahan amarah (permusuhan), Gaza dan rafah menjadi
saksi (bisu), Ibu dan anak anak palestina Memuntah darah (atas penyerangan
Israel)
(Oh)
Tuhan, (Mngapa) Anak-anak kecil yang mestinya (sekarang) bergelut senda (dengan
bebas), (tapi) Kini (mereka) sibuk berbaring (lemah) dan menyeka darah
(dirinya, temannya, atau keluarganya) (?)
(Oh)
Tuhan, (Mengapa) Anak-anak yang mestinya bernyanyi (riang) dan beristirahat,
(Tapi) Kini sibuk berlari (bersembunyi) di lorong-lorong Rafah
(Oh) Tuhan, (Kini) Ribuan anak-anak palestina
menggigil dingin (karena) Menagisi kehidupan (yang amat getir), (sedangkan) Ribuan
tentara israel bersorak sorai Merayakan kematian (masyarakat Palestina)
(Oh)Tuhan,
(semua ini) Atas nama apakah gerangan? (apakah) Inilah (yang) ”katanya” tanah
yang dijanjikan (yaitu) Tanah para nabi mengistirah(at)kan diri (mereka dan
bermunjat) Pada (sang) ilahi. nah (tanah ini) Bukan tanah (milik) orang yang
meng-klaim (bahwa) diri (mereka adalah) Anak para nabi yang suka menyanjung
diri
(Tanah)
Itulah tanah, (sebagai) Tempat anak-anak palestina bernyanyi (riang) dalam Tarian
ilahi
Itulah
tanah, Tempat anak-anak palestina bersimpuh dan menyatukan diri (beribadah
kepada) Tuhan,
Selamatkan
mereka ini!!! (oh Tuhan)
c.2
Pembacaan Hermeneutik
c.2.1
Hermeneutik dalam puisi Al-Quds karya Nizar Qabbani
Puisi al-Quds ini
secara keseluruhan menunjukkan keprihatinan dan kekecewaan pengarang terhadap
kehancuran Palestina. Dalam bait pertama penyair mengungkapkan rasa
keprihatinan dengan menggunakan allegori, yakni cerita kiasan atau lukisan
kiasan (Pradopo, 71 : 1995). Cerita kiasan mengenai sang pengarang yang
mengalami kesedihan dengan menceritakan keadaan dirinya yang terus berdoa dan
shalat untuk keselamatan Yerussalem. Penyair mencoba mengungkapkan bahwa Tuhan
merupakan sarana untuk mengadu, bertanya, dan meminta. Selain itu, penyair
mencoba mengungkapkan bahwa walaupun di kota Yerussalem ini terdapat dua agama
yang berbeda, mereka tetap dapat menghormati sesama manusia. hal ini bisa kita lihat larik pertama sampai
keempat: Aku menangis, hingga air mataku
mengering. Aku berdoa, hingga lilin-lilin padam. aku bersujud, hingga lantai
retak. Aku bertanya, tentang Muhammad dan Yesus.
Pada bait kedua dan ketiga, sang pengarang berusaha
untuk menceritakan keadaan yang tengah terjadi di kota tersebut, keindahan kota
sebagai simbol kedamaian dua agama menjadi hancur dan tanpa masa depan yang
cerah. Pada kali ini penyair mengungkapkan kehancuran tersebut dengan
personifikasi, yakni menkiasan beberapa benda yang menjadi simbol kehancuran
dan benda tersebut seakan-akan ia dapat merasakan kepedihan yang mendalam
seperti yang dirasakan oleh manusia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
penulis: matamu terlihat murung. bebatuan
jalananmu bersedih, menara-menara masjid pun murung. Kota yang dilaburi warna
hitam. Begitu juga penyair pada akhir-akhir bait ini berusaha melakukan
pembicaraan kepada Yerussalem ataupun kepada semua pembaca seolah menuntut
pertanggung jawaban atas kerusakan dan kehancuran yang menyeluruh pada kota
Yerussalem ini. Ia mempertanyakan mengenai keadaan selanjutnya yang akan
dialami Yerussalem tak akan sama dengan hari-hari sebelumnya.
Semangat dan percaya diri muncul dalam benak penyair, seolah memberikan
kekuatan kepada masyarakat Palestina untuk kembali seperti keadaan yang dahulu.
Bait ini memeperlihatkan sebuah janji sang pengarang untuk membuat kota
Yerussalem kembali menjadi kota kedamaian yang masyarakat dan makhluk hidupnya
bahagia dan tentram. Ia seolah-olah menuntut janji dan mengharapkan kemerdekaan dan kebahagiaan kepada Yerussalem
dan siapapun masyarakat yang tinggal di kota Yerussalem. Penyair mencoba
memberikan kekuatan kepada masyarakat Palestina untuk kembali seperti dahulu.
Ungkapan tersebut seperti yang ditulis penyair pada bait terkahir, yaitu: Yerusalem, kotaku tercinta. Esok pepohonan
lemonmu akan berbunga, batang dan cabangmu yang hijau, tumbuh dengan gembira,
dan matamu berseri-seri. Merpati-merpati yang bermigrasi, akan kembali ke
atap-atapmu yang suci, dan anak-anak akan kembali bermain. Orang tua dan
anak-anak akan bertemudi jalananmu yang berkilauan. Kotaku, kota zaitun dan
kedamaian.
c.2.2 Pembacaan
hermeneutik puisi Darah Palestina
Pada
bait pertama, kedua, sampai ketiga penyair mengetengahkan penderitaan yang
dialami oleh Palestina, penderitaan tersebut digambarkan pada tiap elemen yang ada
di Palestina, baik itu di masyarakat, tempat ibadah, maupun anak-anak. Hal ini
tertulis sebagaimana berikut: KULIHAT DARAH
SEPANJANG SEJARAH, DI TANAH
PALESTINA (Bait I), KULIHAT DARAH DI HAMPARAN
SAJADAH (Bait II), ISTIRAH BUMI YANG MEMERAH (Bait III), IBU DAN ANAK
ANAK PALESTINA, MEMUNTAH DARAH (Bait IV).
Kemudian penyair menuntut kenyataan yang seharusnya terjadi
dari realitas yang dirasakan oleh masyarakat Palestina, reidak alitas tersebut
jauh terbalik dengan apa yang dirasakan oleh tentara Israel yang senang akan
kesengsaraan yang dirasakan oleh masyarakat Palestina. Tuntutan tersebut
diajukan kepada Tuhan.Realitas ini tertulis dalam bait ke-5 sampai ke-7.
Selanjutnya, penyair menggambarkan bahwa Palestina merupakan
daerah yang tidak seharusnya diperlakukan seperti itu, karena Palestina menurut
penyair adalah daerah yang penuh kedamaian, toleransi beragama, bumi para Nabi.
Seperti beberapa ungkapan penyair dalam bait ke-8; INILAH ”KATANYA” TANAH
YANG DIJANJIKAN, TANAH PARA NABI MENGISTIRAHKAN DIRI PADA YANG ILAHI. ITULAH
TANAH, TEMPAT ANAK-ANAK PALESTINA BERNYANYI DALAM TARIAN ILAHI.
Terakhir penyair berangan-angan dan berharap agar masyarakat
Palestina damai seperti dahulu kala, anak-anak bisa melakukan aktivitasnya
dengan bebas, dan memohon untuk keselematan
masyarakat Palestina. Seperti ungkapan penyair berikut ini; ITULAH
TANAH, TEMPAT ANAK-ANAK PALESTINA BERSIMPUH DAN MENYATUKAN DIRI. TUHAN,
SELAMATKAN MEREKA INI!!! (Bait ke-8).
c.3
Hipogram
Penentuan hipogram atau latar belakang
terciptanya sebuah puisi jika merujuk pada pengertian sempit, yaitu berupa
karya sastra yang sama, maka akan sangat sulit dilakukan. Meskipun demikian,
jika kembali kepada pendapat yang dikemukakan oleh Teeuw dan Cristiva (Teeuw,
1983: 65; Pradopo, 1995 : 82), bahwa pada hakekatnya alam ini adalah hipogram,
maka dapat disimpulkan bahwa latar belakang penciptaan puisi ini adalah
Palestina dengan segala persoalan yang dihadapinya.
c.4
Perbandingan Keadaan Palestina dalam
puisi Al-Quds Karya Nizar Qabbani dan Darah Palestina Karya Akhmad Taufiq
Berikut
ini penggambaran keadaan Palestina dalam kedua puisi tersebut;
Al-Quds Karya Nizar
Qabbani
|
Darah Palestina Karya Akhmad Taufiq
|
Kepedihan rakyat palestina
digambarkan dengan tangisan, permohonan sang Aku kepada tuhannya, dan
penggambaran Palestina sebagai Negara jalan pintas antara langit dan bumi
(Bait 1)
|
Darah manusia tergeletak, kematian
dimana-mana terjadi di Palestina (Bait 1)
|
Kesedihan dan penderitaan dirasakan
oleh semua kalangan, dan lini. Penderitaan tersebut dirasakan oleh anak-anak,
bebatuan, jalanan, lonceng-lonceng. (Bait 2-3)
|
Anak-anak palestina terkulai lemah
menginginkan perlindungan di kota yang penuh darah dan duka (Bait 3)
|
Pahlawan yang tak kunjung dating
untuk menyelamatkan Palestina, menyelamatkan Qur’an, Injil, Kristus dan
manusia. (Bait 4-5)
|
Masyarakat Gaza penuh dengan amarah
(Bait 5)
|
Harapan kemenangan dan kedamaian di
Palestina (Bait 6-7)
|
Anak-anak yang harus bergembira,
merasakan penderitaan yang amat dalam (Bait 6,7)
|
|
Tanah Palestina nan damai, bersatu,
penuh dengan kegembiraan (Bait ke-8)
|
D. Referensi
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi
Penelitian Sastra. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: PT. Pustaka Widyastama.
Fannanie, Zainuddin. 2001. Telaah
Sastra. Cetakan Kedua. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Teori
Pengkajian Fiksi. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai
Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
————-. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Pradopo, Rachmad Djoko. 1995. Beberapa
Teori sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Cetakan Kelima. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
————————————. 1990. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Taufiq, Akhmad, Darah Palestina. Terbaca
dalam http://muntijo.wordpress.com/
Qabbani, Nizar, Al-Quds. Terbaca
dalam www.nizarq.com
kak saya kemaren membaca tulisan kakak tentang puisi al qudsu di link ini http://azizwahied.blogspot.co.id/2014/12/keadaan-palestina-dalam-puisi-al-quds.html. kemudian saya ingin menjadikan tulisan kakak di tulisan saya sebagai penelitian terdahulu. kalau boleh tahu penelitihan dilakukan tahun berapa kak?
BalasHapusMaaf saya baru aktif lagi, tahun 2014 kak.
Hapusselamat malam min.. izin meng-copy ya utk keperluan tugas.. akan kami sertakan sumber linknya.. terima kasih :)
BalasHapusAssalamualaikum kak, saya izin copy tulisan nya juga yah. Buat tugas. Terimakasih😊🙏
BalasHapus